Akankah Bahagia Ini Tak Berakhir,….

Sesuatu,…. Menegaskan keraguanku. Keraguan atas segala rindu yang menyerang, mersdsng di sulbi. Keraguan akankah suatu saat setelah ini Aku bisa bebaskan diriku sendiri dari ini. Selamanya,…. Aku bahkan tak bisa mematahkan kata-kataku sendiri. Aku tak bisa membacai benakku sendiri. Aku tak bisa menahan getaran ini sendiri. Ahh!! Terasa semakin meraja di hatiku, di mataku di hari-hariku. Kalau bisa senyumitu Kumesiumkan; kalau bisa cinta terus menerus musim semi; kalau bisa pesona itu Kujadikan noor di mataku; kalau bisa untukku, akankah itu kebahagiaanku yang tak pernah berakhir?? Entahlah ya,….

Dikhianati Batinku Sendiri

Aku mendendam pada batinku sendiri yang mengkhianatiku. Batinku bilang Aku cinta. Batinku bilang Aku akan masih bisa mencintainya seribu kehidupan lagi. Batinku bilang dia yang terbingkai dalam frame hatiku saat ini dan selamanya. Batinku bilang, "Sudahlah, tak ada yang lain lagi. Dialah!!" Batinku bilang Aku akan bisa mencintai lebih baik lagi seribu kehidupan lagi. Batinku bilang, "Ya, cintai saja dia. Dialah!!"

Tapi hari ini batinku mengkhianatiku. Sembunyi di balik batu-batu penyesalan yang tinggi tegak. Menghilang di balik bayang-bayang keraguan yang menghitam. Saat hatiku membusuk merawati cinta, batinku meninggalkannya dikerubungi lalat-lalat kebimbangan. Saat hatiku merapuh menopangi cinta, batinku melipat tangannya ke belakang, melepas kehendaknya dari diriku. Melepas batinku dariku. Aku dikhianati.

Hingga hari ini Aku akan selalu meradang. Semua cinta yang pernah tertoreh tak pernah ada sedikitpun. Itu nyatanya. itu kenyataan. Itu adanya. Itulah. Jadi jika besok Aku akan terus menusuki batinku dengan pisau-pisau dendam, menyayatinya, atau mengiris dan mengoyaknya, jangan salahkan Aku.

Aku dikhianati batinku sendiri, dan kini 'ku meradang!!

Bukan, yang Menyiksaku, Ini Semua

Bukan, yang menyiksaku, adalah dingin malam yang menyergap. Atau sepi sendiri yang dibawa oleh gelap. Pun pekat mendung tak merundungku oleh duka. Apatah lagi sekedar air yang terus menghujani bumi.

Bukan, yang menyiksaku, adalah terik panas matahari. Atau bayang-bayang pekat yang menghantu. Pun matahari tepat di atas kepalaku, Aku masih terus tegak berdiri. Apatah lagi sekedar angin gurun yang menerpaku.

Yang menyiksaku adalah cinta. Aku pun masih terus merenung, apa benar cinta seperti ini; apa benar ini cinta. Jangan-jangan Aku dikhianati pikiran dan hatiku sendiri. Menyangka ini cinta, ternyata sekedar kesendirian yang terabaikan; kejumudan yang tak terjamah. Jika benar, ini cinta, maka aku bodoh karena membiarkan cinta menyiksa-nyiksaku. Jika salah, ini bukan cinta, maka lebih bodoh lagi Aku karena telah dibohongi hati dan pikiranku sendiri; tenggelam di dan meminum samudera imajiku sendiri.

Keterjebakanku

Aku berlomba dengan menuanya malam untuk memejamkan mataku. Tertidur lelap. Seakan berkejaran dengan pagi yang siap menjemput, Aku merangsang mataku untuk segera terpejam. Jangan sampai fajar menangkap basahku masih belum sedikitpun tertidur. Bayangkan, malam tinggal sepertiga bagian lagi tapi mataku belum lelah menjelajahi dunia. Padahal sekujur imajiku sudah tak sabar untuk mencumbu mimpi-mimpi. Menjamah tanah-tanah imaji yang nikmat dalam balutan lelap. Merasai mimpi-mimpi sesaat yangmembahagiakanku. Melupakan dunia untuk beberapa jenak.

Hanya berteman kotak musik setengah rusak yang terus kuganti-ganti salurannya. Bahkan radio-radio di sana pun sudah lelah dan terlelap. Aku?? Masih sibuk mengurai malam. Masih sibuk menggulingkan badan, ke kiri dan ke kanan. Menatap ke langit-langit tapi tak mendapat iapa-apa. Aku hanya berteman dingin dan nada dari kotak musik setengah bagus yangmasih setia menggemakan suara apapun yang ada, bahkan walau hanya dengungan tanda semua nada telah terlelap. Nguuuu.....ngngngngngngngng.....

Lembar-lembar buku yang Kubaca pun tak sedikitpun melelahkanku. Aku heran. Apa malam bagiku adalah pagi dan siang? Dan sebaliknya??

Atau,... (ini yang paling Aku sebalkan) Aku masih terjebak dalam jaring-jaring halus khayalan yang menangkapku dan menyatukanku dengan namanya. *, *, * dan *. Kenapa bukan huruf-huruf lain? Apatah nama itu telah melekati hatiku, pikirku dan imajiku? ****,... qok bisa sih Aku dijebak dalam jaring-jaring ini? Sebenarnya siapa yang menjebak dan siapa yang terjebak? Ataukah Aku hanya sendiri dalam semua keterjebakan ini? Dalam semua khayalan ini? Ketersiksaan ini? Ini!!