Pedih Ketika Terpaksa Kulepaskan (2)

Tapi percayakan hatimu padaku

Bila kau inginkan aku akan selalu menjaganya

Percayakan aku untuk jadi bingkai hatimu

(Lyla - Percayakan)

Pertanyaan besarnya adalah, ketika kepercayaan itu datang (lagi) apatah aku bisa menjaga hatimu (sekali lagi, dan) selamanya? Aku pernah dapatkan kepercayaan itu, tapi yang terjadi adalah aku gak pernah bisa jadi lelaki yang menyayangimu dengan baik. Aku terlalu egois untuk menyayangimu dengan cara yang aku bisa saja, tanpa mau mengerti apa yang kamu suka dan gak suka. Ketika semuanya sudah benar-benar terlambat, barulah hatiku lebih terbuka dan mengerti bagaimana menyayangimu sebenarny dan seharusnya. Tapi sekali lagi, sudah terlambat. Kesempatan yang pernah kuciptakan dan sempat kujalani sudah berlalu kini. Gak ada lagi kamu di sampingku. Gak ada lagi kamu di duniaku. Gak ada lagi wanita yang membuat aku ngerasa di dunia ini aku gak sendiri. Gak ada lagi wanita yang bisa aku serahkan seluruh duniaku untuknya. Gak ada lagi semua itu, karena satu kesemptan yang pernah kudapat gak kujalani dengan baik, bahkan kusia-siakan dengan gak membuka hatiku untuk bisa lebih ngertiin kamu.


 

Sekarang, ketika kamu bilang aku gak lagi pantas untuk kamu dan aku putuskan untuk melepaskan kamu, bahkan dari sisi-sisi kehidupanku, aku malah mencari-cari kamu setengah mati. Aku malah baru ngerti apa yang kamu butuhkan dan apa yang kamu inginkan. Apa yang kamu suka dan apa yang kamu gak suka. Dan aku malah terus berputar-putar di pusaran yang aku buat sendiri karena aku sebenarnya gapernah benar-benara ingin melepaskan kamu. Di satu sisi, aku kecewa karena ternyata aku gabisa pantas buat kamu, oleh karena itu aku ingin lari. Di sisi lain, aku terjebak dalam ketakutanku sendiri yang berlebihan. Ketakutan bahwa aku terus ada di sisi kehidupanmu dan kamu pun terus ada di sisi kehidupanku, tapi aku gapernah bisa membantu kamu mewujudkan impian-impian kamu. Aku tahu setiap impianmu. Banyak kali kamu ceritakan ke aku, dan lebih banyak lagi waktu yang kugunakan untuk memikirkan apa aku bisa memenuhinya buat kamu. Itu ketakutanku. Mungkin naif dan berlebihan, tapi itu penting buatku, sebagaimana setiap impianmu itu juga penting untuk kamu wujudkan.

Pernah aku bicara tentang apa yang kurasakan ini ke sahabatku, kenapa aku masih belum bisa sepenuhnya melepaskan kamu dari hati dan kepalaku? Sahabatku bilang, "mungkin karena dia yang pertama buat kamu, Yan." Sempat lama kupikirkan apa yang sahabatku katakan itu, dan hasilnya aku berpikir, mungkin ada benarnya, tapi aku gak sepenuhnya yakin. Lalu kutelusuri setiap kisah yang sudah aku jalani bersama kamu, ternyata gak banyak hal yan kulakukan yang bisa buat kamu ngerasa aku sayang. Aku, seperti katamu, terus mengumbar janji tanpa bisa membuktikannya. Dan aku, setiap kali kamu bilang itu, selalu mengaku kalau aku memang lemah, dan semua berujung hanya dengan kata maaf.


 

Yaahh,, memang banyak tuntutan yang kamu minta ke aku yan belum aku penuhi. Mungkin hal-hal yang sederhana, tapi tetap saja aku gabisa memenuhi tuntutan kamu. Mungkin aku yang egois, mungkin aku yang gapunya motivasi, mungkin aku yang malas, mungkin aku yang kebanyakan alasan, yang jelas, buat kamu tanpa aku bisa penuhi tuntutan kamu, berarti aku belum bisa tunjukkan sayang ke kamu.


 

Hari ini, sekian hari setelah emailku yang mungkin terasa kasar buat kamu. Kamu minta aku untuk jelaskan semua yan ada di hati dan kepalaku. Semua alasan yang udah buat aku bertindak seperti ini ke kamu. Aku entah sudah siap atau belum mengatakan semua hal di atas, semua hal yang menyebabkan aku memutuskan untuk menghilang saja secepatnya dari kehidupan kamu. Tapi, ketika kamu bilang sudah siap untuk dengarkan, maka saat itu juga aku harus siapkan diriku untuk mengatakan setiap alasanku dengan jelas, tanpa ada yang tertinggal.


 

Aku lebih memilih untuk mengatakannya di depan kamu langsung sebenarnya, ketemu langsung sama kamu. Walaupun nantinya aku akan lebih sulit mengeluarkan setiap kata-kata yang tela kusususn, karena ada kamu di depanku, tak apa buatku. Karena dengan kamu di hadapanku, aku yakin kamu benar-benar mendengarkanku atau benar-benar gak mendengarkanku. Entah kamu malas atau takut akan sesuatu, sehingga kamu milih untuk aku telpon aja, aku hormati pilihan kamu. Aku hanya berharap dua hal:

  1. Aku bisa mengeluarkan setiap alasanku dengan jelas dan tak ada yang tertinggal
  2. Kamu benar-benar mendengarkanku, dengan telinga dan hatimu.


 

Semoga, Ratih sayang. Semoga.


 

(to be continued)

Pedih Ketika Terpaksa Kulepaskan (1)

Malam takbiran Idul Fitri 1430 H. Berarti itu hampir 200 hari bersama Ratih, 198 hari tepatnya. Begitu banyak hal yang terjadi, dan lebih banyak hal yang tidak menyenangkan kurasa. Gak ada lagi kecocokan seperti dulu sebelum aku dan Ratih terikat satu sama lain. Aku jadi begitu banyak berpikir tentanga apa yang sudah kulakukanke Ratih, kompromi apa saja yang sudah kulakukan di kehidupanku sendiri untuk bisa tunjukkan ke Ratih betapa aku memang sangat sayang ke dia. Malam takbiran ini kurasa kesempatan yang benar-benar pas untuk merenungkan semuanya. Idul Fitri berarti memulai sebuah kehidupan baru yang memperbaikai hal-hal yang sudah kita lakukan di masa lalu, menebus setiap titik dosa di kehidupan kita dengan lebih banyak kebaikan. Dan malam takbiran ini kuraih seraup waktu untuk diriku sendiri, cukup banyak waktu malah, untuk memikirkan kelanjutan kehidupanku dan Ratih.

 
 

==============================

Aku Lepas Kamu yaa....‏

From:

Ian Achmad Januar (ian.achmadjanuar@*.com)

Sent:

Sunday, September 20, 2009 2: 59 AM

To:

Ratih (*@*.com)

Ratih sayang,,

sepertinya aku memang selamanya bukan untuk kamu, sayang. aku boleh aja pernah janji untuk sayang kamu selamanya; atau boleh jadi aku pernah berniat perjuangkan kamu di kehidupanku. tapi aku tahu bukan itu yang kita butuhkan.

Dari awal, mungkin kita adalah kesalahan. salah, karena memang aku diakdirkan untuk mengisi sepenggal waktu aja di kehiduanmu, tapi kamu mengikat aku untuk tinggal lebih lama. maka yang selanjutnya terjadi adalah kesalahan.

bulan maret itu, februari mungkin tepatnya, kamu mungkin butuh seseorang untuk tempatmu bercerita. orang yang bisa dengan sabar mendengarkan semua cerita kamu, semua keluh kesah kamu. dan Allah ngirim aku untuk ada di situ, untuk ada buat kamu waktu itu. aku, dan bukan orang lain. waktu berjalan mbuat kita makin dekat kan. aku jadi sering nganter kamu ke lab, bahkan sampai bermalam nungguin kamu. sering anter-jemput kamu ke dan dari rapat di kampus. aku seneng lakukan semua itu. aku seneng bisa jadi lelaki yang pernah berarti n berguna di kehidupanmu. meski itu hanya sepenggal waktu.

lalu waktu kamu tanyakan kelangsungan hubungan kita, aku ragu apakah ini yang benar-benar kita butuhkan? iya bener, kita memang sedang dekat n cocok waktu itu, saling ngisi. iya bener, aku memang sedang butuh cewek yang bisa ngisi hari-hariku, jadi motivasiku. and it was you, sayang. di lain sisi mungkin kamu manfaatin aku untuk rebound dari mantan kamu yang ngajak kamu makan n nonton, tapi kamu males. tapi pertanyaanku tetap, apa ini yang benar-benar kita butuhkan? butuh lho, bukan ingin.

akhirnya aku putuskan untuk menjawab, "iya, aku bersedia jadi pacarmu", dan ternyata itu adalah kesalahan. gak pernah ada kecocokan lagi kan setalah itu. aku gak pernah bener ngejagain kamu, kamu jadi risih. kita beda prinsip, dan itu sulit kita komunikasikan. lalu aku coba bertahan, berharap ada titik cerah, tapi itu juga kesalahan buat kita karena ternyata gak ada yang bisa dipertahankan. aku naif. aku khilaf. dan aku egois, itu yang paling dominan. i was blinded. dan baru malam ini, di sela-sela takbir yang masih menggema dari masjid-masjid di luar sana, aku sadar bahwa kita adalah kesalahan. aku dan kamu hanya saling membutuhkan di bulan februari itu saja, di sepenggal waktu yang itu aja, gak boleh lebih, n gak seharusnya lebih. aret, april, mei, juni, juli, adalah kesalahan yang mendewasakan kita. we both have been mistaken. 

sekarang, aku bisa lepaskan kamu dari kehidupanku dengan lapang n lega, dengan sangat bersyukur malah, karena mataku dan hatiku udah lebih terbuka. moga kamu bahagia ya, Ratih sayang. I Love You So Mmuaaach. Still.

 
 

==============================

Seperti ini email yang malam itu dengan sangat terpaksa aku kirimkan. Berat banget buatku sendiri sebenarnya, melepaskan wanita yang sebenarnya gak bisa aku gantikan dengan siapapun, tapi itu sudah menjadi keputusan yang harus aku jalani, aku dan ratih jalani.

 
 

Ternyata, apa yang kulakukan membebani pikiranku sendiri. Menyiksa diriku sendiri, karena aku sadar aku melepaskan seorang yang sudah aku cintai sampai sumsum tulangku. Berlebihan mungkin, tapi ini yang terjadi, karena banyak hal tentang Ratih gak benar-benar hilang dari pikiran dan hatiku.


 

(to be continued)